7 Desember 2006
Dulu saya punya tempat bekal makanan favorit, warna hijau muda berbahan plastik berbentuk rumah dengan gambar tiga beruang nongol di jendela. Tempat bekal ini besarnya lumayan, bisa dimasukkan botol minum juga. Tempat bekal ini menjadi salah satu benda yang setia menemani saya sekolah TK pada umur 4 tahun.
Sebagai salah satu teman main di rumah, saya punya seekor anak kucing kecil berbulu hitam putih. Kucing ini luar biasa lincah dan lumayan sering main keluar rumah.
Suatu hari, sebuah truk datang ke depan rumah mengantarkan pesanan pasir untuk tetangga yang sedang merenovasi rumah. Truk tersebut memerlukan waktu yang cukup lama untuk parkir di depan rumah saya. Saya teringat si kucing kecil yang sering main di bawah mobil.
Saya segera mengambil tindakan (yang saya pikir) penyelamatan. Si kucing kecil saya kurung di tempat bekal karena saya takut dia berlari keluar dan terlindas truk! Sungguh saya takut ketika membayangkan kucing manis ini mati terlindas.
Setelah beberapa lama, akhirnya truk tersebut pergi juga. Dengan perasaan bangga karena merasa telah menyelamatkan satu makhluk, saya membuka tempat bekal dan bersiap menggendongnya. Namun apa yang saya dapati sungguh tak diduga sebelumnya.
Anak kucing tersebut mati lemas di dalam tempat bekal saya.
Hari-hari selanjutnya merupakan saat-saat yang berat dalam hidup saya. Saya merasa bersalah karena pada usia sedini itu telah melakukan suatu pembunuhan (walaupun) tidak disengaja. Perasaan ini masih diperberat oleh Mama yang seringkali berkata bahwa di hari akhir nanti saya akan dihukum menghitung bulu kucing satu persatu. Mama mengatakan hal ini kalau sedang iseng dan sedang ingin menghukum saya. Setelah kejadian itu, tempat bekal saya duduk manis di atas lemari dapur dan saya tak ingin menyentuhnya lagi. Setiap kali melihat tempat bekal itu, tenggorokan saya langsung terasa sakit seperti tercekat karena menahan tangis.
Saat itu, saya hanya berpikir untuk menyelamatkan si kucing. Sedikitpun saya tidak mengerti bahwa makhluk hidup memerlukan udara untuk bernapas. Maafkan aku, kucing ..... *hiks hiks* masih sedih sampe sekarang..
Dulu saya punya tempat bekal makanan favorit, warna hijau muda berbahan plastik berbentuk rumah dengan gambar tiga beruang nongol di jendela. Tempat bekal ini besarnya lumayan, bisa dimasukkan botol minum juga. Tempat bekal ini menjadi salah satu benda yang setia menemani saya sekolah TK pada umur 4 tahun.
Sebagai salah satu teman main di rumah, saya punya seekor anak kucing kecil berbulu hitam putih. Kucing ini luar biasa lincah dan lumayan sering main keluar rumah.
Suatu hari, sebuah truk datang ke depan rumah mengantarkan pesanan pasir untuk tetangga yang sedang merenovasi rumah. Truk tersebut memerlukan waktu yang cukup lama untuk parkir di depan rumah saya. Saya teringat si kucing kecil yang sering main di bawah mobil.
Saya segera mengambil tindakan (yang saya pikir) penyelamatan. Si kucing kecil saya kurung di tempat bekal karena saya takut dia berlari keluar dan terlindas truk! Sungguh saya takut ketika membayangkan kucing manis ini mati terlindas.
Setelah beberapa lama, akhirnya truk tersebut pergi juga. Dengan perasaan bangga karena merasa telah menyelamatkan satu makhluk, saya membuka tempat bekal dan bersiap menggendongnya. Namun apa yang saya dapati sungguh tak diduga sebelumnya.
Anak kucing tersebut mati lemas di dalam tempat bekal saya.
Hari-hari selanjutnya merupakan saat-saat yang berat dalam hidup saya. Saya merasa bersalah karena pada usia sedini itu telah melakukan suatu pembunuhan (walaupun) tidak disengaja. Perasaan ini masih diperberat oleh Mama yang seringkali berkata bahwa di hari akhir nanti saya akan dihukum menghitung bulu kucing satu persatu. Mama mengatakan hal ini kalau sedang iseng dan sedang ingin menghukum saya. Setelah kejadian itu, tempat bekal saya duduk manis di atas lemari dapur dan saya tak ingin menyentuhnya lagi. Setiap kali melihat tempat bekal itu, tenggorokan saya langsung terasa sakit seperti tercekat karena menahan tangis.
Saat itu, saya hanya berpikir untuk menyelamatkan si kucing. Sedikitpun saya tidak mengerti bahwa makhluk hidup memerlukan udara untuk bernapas. Maafkan aku, kucing ..... *hiks hiks* masih sedih sampe sekarang..
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.