3 Desember 2007
Seiring dengan pelaksanaan Konferensi Perubahan Iklim yang sedang berlangsung saat ini di Bali, topik pasar karbon semakin ramai saja dibicarakan. Ah ya, bagus juga kan kalau negara-negara produsen emisi dalam jumlah besar bisa memberikan kompensasi terhadap negara-negara lain yang kebagian sial “menghisap” emisinya dan kebagian ruginya ozon yang makin berlubang. Hitung-hitung hal ini bisa mendorong negara berkembang seperti Indonesia untuk tidak terus menggadaikan hijau hutannya demi dollar.
By the way, saya pengen nanya alias malas menghitung, kalau dari per hektar hutan bisa dihasilkan karbon sekitar 50-300 ton dengan harga CER sekian, kira-kira itu akan menghasilkan berapa dollar yah? Apakah dollar yang dihasilkan akan lebih besar ketimbang kalau hutan itu ditebang saja? Kalau ya, mungkin pelaksanaan CER di Indonesia ini bisa mengurangi tebang hutan sembarangan yang masih ada di Indonesia. Kali aja..........
By the way (lagi),
dalam skala yang lebih kecil, pemaksaan penghisapan emisi ini terjadi juga di dalam angkot. Yah iya, “emisi” asap rokok. Masih banyak orang-orang tidak berperikepenumpangan yang seenaknya saja ngerokok di angkot, memaksa kami para perokok pasif untuk menghirup udara yang menyesakkan dan (bersama-sama perokok $%&#^ itu) meningkatkan resiko terkena kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan & janin.
Kalau begini, saya jadi ingin minta kompensasi juga pada tiap perokok $%&#^ itu!! Pantasnya berapa juta yah?
elo Nan..klo ngerasa keganggu banget..mendingan turun dari angkot klo ada yang ngerokok..kasih lirikan tajem..klo perlu sindir2 ke supir angkotnya.. klo semua orang kayak gini gue rasa sieh gak ada yang namanya orang ngerokok sembarangan di angkot lagi.. entah klo supirnya sieh ya heuehuheue..
ReplyDeletegue sering gitu koq..sering gak jadi naek angkot klo ada yang ngerokok.. gue yang "gak jadi naek bang..banyak kabut ..bau".. :P
ngemeng aja lo soal carbon trading!lo naek angkot juga ngelepas karbon ke udara tau!
ReplyDeletekalo emang istiqomah naek sepedah ke kantor. gue aja pas "ngantor" di sukabumi jalan kaki terus tiap ari.padahal gue belum istiqomah.
Rae, biar kata istiqomah, tapi kan kita perlu yang namanya menentukan prioritas. Prioritas itu pake logika. Kalo naek sepeda ke kantor yang jaraknya >10 km, itu sama aja bunuh diri. Polusi, angkot ugal2an, kontur kota Bogor....think!
ReplyDelete