Tuesday, February 14, 2006

Love, .........who??

Seseorang berkata, bahwa tidak ada ucapan yang benar-benar tulus di dunia ini, yang diucapkan oleh kita manusia biasa.


Jadi ketika kita berkata “ I Love You”, maka sesungguhnya ada kalimat yang secara bersamaan terucap dalam hati yaitu “Love me please...”.


Hahahaha.....


Untuk amannya, masih dalam rangka Hari Kasih Sayang ini, perkenankanlah saya mengajukan sebuah confession :

I REALLY LOVE ME, MYSELF AND I


Tulus dan tanpa basa basi.

read more from my post...

Hari Kasih Sayang Umat Pemuja Cinta

Hari Kasih Sayang neehh!!!!!!

Sekarang jutaan orang di seluruh dunia merayakan hal yang namanya Hari Kasih Sayang. Saya berpikir, apa ucapan yang pantas untuk merayakan hari ini? Kalo Lebaran kan, “Selamat merayakan Hari Kemenangan, mohon maaf lahir dan bathin”. Kalo Tahun Baru kan, “Selamat Tahun Baru, semoga tahun berikutnya lebih baik dan banyak hoki”. Kalo ulangtahun, “Selamat merayakan hari kelahiran, semoga Allah memberikan yang terbaik di umur yang semakin berkurang”. Kalo Hari Kasih Sayang? Mungkin kira-kira begini : “Selamat merayakan Hari Kasih Sayang, i Love you”. Garing amat.

Ah, buat saya Hari Kasih Sayang (HKS) ini ga penting-penting amat untuk dirayain. Toh bukan bagian dari tradisi sakral (misalnya adat, atau keagamaan) yang harus diperingati dan diambil hikmahnya. Setiap tahun pun berulang, lagipula kenapa gitu loh mesti dibikin satu hari khusus begini? Kayaknya kan lebih terasa berarti bila kita memiliki keterkaitan tertentu pada hari tersebut. Misalnya tanggal pertama ketemuan, tanggal mulai pacaran, tanggal lamaran, tanggal kesembuhan, dll. Ini siihh...dari jaman nenek aye masih perawan juga tau-tau udah jadi hari sakral. Kaga ada special-specialnya. Semua orang juga ngerasa HKS ini miliknya. Terlalu ikut arus. Too mainstream.

Bukannya saya mau jadi sinister terhadap segala hal yang berbau cinta-cintaan begini. Saya juga pernah mengalami ‘sesuatu’ berbeda pada hari ini di tahun-tahun lalu. Ada beberapa orang terdekat saya yang ngasih ‘sesuatu’ pada HKS ini, beberapa tahun yang lalu. Buku, permen, puisi, kaos, kartu, coklat dll. (aih... so laku banget sih?!). Pembelaan saya adalah : tapi...itu kan gw yang dikasih!! Masa ditolak c??

Satu hal yang menyenangkan yang terasa secara indrawi adalah, banyak warna pink di mana-mana!! Tercium wangi bunga dan coklat di mana-mana! Banyak diskon buat barang yang lucu-lucu! Orang-orang jadi lebih ramah (ngga ngaruh juga c). Sebenarnya ngga berkaitan secara langsung dengan datangnya bulan Februari. Maksudnya, dunia ini tidak secara otomatis jadi lebih membahagiakan dengan datangnya HKS ini. Semua hal di atas itu –tau kan yang namanya “dikondisikan”- diciptakan pihak-pihak tertentu supaya dagangannya laku. Banyak hal dibuat menyenangkan, memanjakan indra, menaikkan mood dan diteruskan kepada pembelian terhadap suatu komoditas tertentu. Komoditas ini bisa berupa benda fisik (coklat, bunga) ataupun ideologi tertentu.

Bagusnya ada hari kayak gini adalah orang-orang seakan diingatkan untuk tidak melupakan kasih sayang. Kita jadi terbawa untuk menyadari ‘oh iya ya, ada orang yang kusayang dan ada orang yang menyayangiku”. Dan pemberian hadiah (dari yang simpel seperti ucapan lewat SMS hingga paket liburan) kan bisa merekatkan hubungan antarmanusia. Itu semua tentunya disertai harapan kasih sayang yang diberikan hari ini membawa semangat untuk meneruskan di hari-hari berikutnya. Kalau suatu saat kasih sayangnya sudah terasa meredup, ah tenang saja, tahun depan HKS masih akan datang lagi. Dan bara itu akan menyala lagi. Diambil baiknya saja, setidaknya HKS ini bisa menjadi standing point untuk meningkatkan kualitas hubungan antar manusia yang (mungkin) selama ini kita terlupa untuk saling mencinta.

So, selamat merayakan Hari Kasih Sayang, i love u (aiihhh....garingnya!!!)

read more from my post...

My Best Friend's Wedding

Malam ini, saya menonton My Best Friend’s Wedding, untuk yang ketiga kalinya. Film ini adalah salah satu film drama yang saya sukai, beberapa di antaranya adalah Stepmom dan Pretty Woman. Kebetulan ketiganya dibintangi oleh Julia Roberts. Saya bukan penggemar film drama, namun memang ada beberapa film drama yang layak untuk ditonton, contohnya adalah beberapa film tadi. Sehari-hari, saya lebih suka menyimak film superhero, sci-fi dan komedi.

Bagi yang belum pernah menonton filmnya, here’s the story. Jules (Julia Roberts) adalah sahabat Mike (lupa siapa pemerannya) selama lebih dari 10 tahun. Jules datang ke kota Mike atas undangannya untuk menjadi pendamping pernikahan Mike dengan Kim (Cameron Diaz). Sayangnya, pada beberapa hari menjelang pernikahan Mike itulah, justru Jules menyadari bahwa selama ini dia mencintai Mike dan tak rela kehilangannya. Jules melakukan beberapa upaya untuk menyatakan perasaannya dan terjebak dalam dilema mengusahakan kebahagiaannya sendiri ataukah membiarkan takdir menempatkan sahabatnya di sisi wanita lain.

Pada akhirnya, Mike menolak petualangan cinta yang ditawarkan Jules dan memilih kekasihnya yang selama ini ada untuknya. Dramatis.

Jules jatuh cinta pada sahabatnya sendiri. Perasaan itu bukan muncul pada saat mereka bersama, malah menjadi jelas pada celah kemungkinan kebersamaan mereka telah hampir tertutup. Kejelasan perasaan itu menjadi samar karena disandingkan dengan keinginan Jules untuk jadi pemenang yang mendapatkan haknya. Jauh bertahun-tahun sebelumnya, Jules dan Mike pernah membuat suatu pernyataan, bila telah sampai pada usia tertentu dan mereka masing-masing belum mendapat pasangan, maka mereka akan menikah.

Saya pernah jatuh cinta pada sahabat sendiri. Faktanya, beberapa kali persahabatan mengawali perasaan sayang saya pada orang lain. Pernahkah anda mengalaminya? Salah satu hal menyenangkan dari ini adalah bahwa kita sudah saling mengenal diri dan lingkungan masing-masing, maka pengertian lebih mudah tercipta. Perubahan status hanyalah formalitas belaka.

Dalam beberapa kasus, justru yang terjadi adalah kebalikannya. Perubahan status tidak menuju peningkatan kualitas hubungan. Misalnya nih, selama menjadi sahabat, anda tahu dia suka flirting terhadap cewe/cowo lain. Bisakah anda percaya padanya selama sisa hubungan anda? Sedangkan kita tidak bisa begitu saja mengubah perilaku di hadapan orang yang terbiasa melihat kita dalam keadaan terburuk sekalipun (yang saat itu sudah menjadi pacar).

Untuk topik ini, saya sama sekali belum punya kesimpulan. Sampai saat ini pun, jatuh cinta pada sahabat belum bisa dikategorikan sebagai ‘tabu’ atau ‘anjuran’. Just go with the flow. Jatuh cinta pada siapa pun bukan dosa, bila tidak dilakukan di atas penderitaan orang lain.

read more from my post...

Tuesday, February 07, 2006

Putih

Hari ini saya melihat satu lagi iklan baru produk kosmetika pemutih kulit. Produk ini (Skin Care, maaf karena telah menyebut merek) menggunakan pakem yang sama dengan sebagian besar iklan produk pemutih kulit lainnya. Dikisahkan si wanita kecewa karena gebetannya tidak meliriknya dan membuatnya beranggapan warna kulitnya yang gelap sebagai penyebabnya. Kemudian mulailah dia melakukan perjuangan : mandi dengan sabun (untuk memutihkan kulit, memangnya sebelumnya dia tidak pernah mandi?) guna menarik perhatian si cowo.

Jauh dalam hati saya, sejujurnya saya merasa iklan seperti ini makin memuakkan. Iklan seperti ini, yang saya sebut iklan bodoh, rupanya membodohi banyak wanita untuk memutihkan kulit dengan membabi buta. Dan akibatnya si kulit yang sehari-hari sudah terpapar sinar matahari pun masih harus bersentuhan dengan berbagai bahan kimia (yang tidak semuanya aman). Semua demi penampilan impian.

Saya juga bodoh kalau masih mempertanyakan pertanyaan bodoh ini: benarkah semua pria tertarik hanya pada wanita berkulit putih? Saya tahu jawabannya pasti tidak. Kenapa? Saudara saya dan beberapa kenalan saya tidak putih, tapi masih ada pria baik yang mau memperistri mereka. Saya tidak berkulit putih, tapi saya tidak minder karenanya sebab masih ada aja tuh pria yang mau dekat dengan saya. Jadi, kulit putih bukan satu-satunya alasan pria tertarik kepada seorang wanita.

Alasan yang bisa jadi terlontar dari orang-orang yang kontra dengan saya mungkin adalah : kulit putih kan eye catching, langsung kelihatan. IYA!! Jelas saya mengerti hal itu. Di Indonesia yang sebagian besar orang-orangnya berkulit gelap (rata-rata sawo matang), tentu saja kulit putih akan menarik perhatian. Coba saja anda yang berkulit sawo matang nongkrong di pasar di Afrika. Niscaya kehadiran anda di sana akan menarik perhatian juga. Kenapa? Karena anda berbeda dengan sebagian besar orang. Anda akan dianggap unik. Dianggap paling cantik? Belum tentu. Karena setiap masyarakat secara alamiah mempunyai standar tertentu dalam menentukan kualifikasi kecantikan. Mungkin saja di Afrika sana, yang hitam malah dianggap lebih menarik. Jadi itu pendapat saya, menarik perhatian karena beda dengan yang lain. Tidak lebih.

Namun sesungguhnya ada permasalahan yang jauh lebih besar di sini. Kulit putih yang digembar-gemborkan para produsen kosmetika sedikit banyak telah menyentuh persoalan kelas. Anda tentu paham bahwa apa-apa yang dikonotasikan sebagai milik ‘kalangan atas’ akan mendapat derajat penghormatan lebih tinggi. Di Indonesia, kulit putih dianggap lebih keren karena si pemilik dianggap sebagai orang yang lebih sering mandi, terlindung dari sinar matahari (mungkin karena selalu naik mobil ber-AC) dan bukan pekerja kasar. Ini anggapan yang merupakan warisan dari penjajahan Indonesia oleh bangsa Belanda dulu. Kulit putihnya dianggap ada kemiripan dengan noni-noni Belanda yang sering mandi memakai sabun. Kalau dipikir-pikir, kita merendahkan diri kita sendiri ya kalau minder dengan keadaan kita sendiri. Padahal ini semua persoalan genetik semata.

Masih belum percaya dengan permasalahan kelas yang saya kemukakan tadi? Di negara Barat (yang notabene kulit mereka sudah putih dari sono-nya), mereka yang berkulit kecokelatan malah dianggap lebih berkelas dan menarik. Karena mereke yang berkulit coklat biasanya punya kondisi finansial yang cukup untuk digunakan berlibur ke Bali dan berjemur di sana.

Kenapa terpikir sebegini jauh? Well mungkin saya tidak akan terlalu peduli andai saja salah seorang teman dekat saya tidak curhat sampai menangis mempertanyakan kenapa dia tidak kunjung dapat pacar. Dia pikir penyebabnya adalah perawakannya yang gemuk dan kulitnya yang tidak putih. Kalau begini, siapa yang kemudian harus disalahkan?

read more from my post...

Ngeliat akad nikah

Fiuuhh... baru datang dari pernikahannya Fia, temen sekelas gw di KPM. Wheew baru pertama kali ini menyaksikan akad nikah, sebelumnya belum pernah. Sebab kata orang-orang jaman dulu (yang disampaikan oleh Mama), kalo belum nikah sebaiknya jangan nonton akad nikah. Lah emang kenapa? Wanna feel tha experience kali gw... Jadi supaya ntar inget susunan acaranya dan urutan kata-katanya. Mungkin aja ada manfaatnya, bila suatu saat nanti diberi kesempatan untuk menikah...

Acara pernikahan Fia lumayan seru, walaupun ngga seluruh teman-teman KPM 39 bisa datang. Tapi kebetulan banci tampil dan banci kameranya hadir semua, jadi lumayan bikin heboh. Selain ucapan selamat menikah dan sebuah kado yang bisa menemani malam-malam panjang Fia nantinya (ehem...), kami juga punya persembahan khusus. Lagu-lagu cinta yang dibawakan secara spesial oleh vocal group dadakannya KPM 39. Hahaha....kacrut. Lumayan juga suaranya, lumayan fals... Udah gaya-gaya sedemikian rupa, sayangnya ga banyak kamera yang mendokumentasikan penampilan kami. Sepertinya the bride and the groom tersipu malu gitu melihat penampilan kami (yang malu-maluin).

Kemudian tiba acara yang ditunggu-tunggu (oleh saya dan sebagian besar teman-teman), yaitu acara pelemparan buket pernikahan. Menurut MC-nya (atau menurut kepercayaan banyak orang), seseorang yang mendapatkan buket bunga tersebut akan ‘kecipratan’ kebahagiaannya pengantin dan sesegera mungkin menyusul ke pelaminan. Waks!!! Saya ikut berebutan, tentu saja. Namun bukan karena ingin cepat-cepat menyusul Fia nongkrong di pelaminan, melainkan iming-iming berupa hadiah dibungkus kotak besar yang merupakan bingkisan dari pasangan. Hehehehe.... Tapi saya ngga dapet buketnya tuh. Gapapalah. Rezeki mah moal pahili. Lagian seandainya dapet buketnya, bingung juga, kan belum punya calon.

Pertanyaan yang lazim tersuarakan di acara seperti itu adalah : kapan nih nyusul?. Pertanyaan yang sering saya jawab dengan : tunggu aja undangannya.
- Lho memangnya udah ada calonnya?
+ Belum ada. Kenal calon yang OK?! (saya menjawab).
Begitulah. Rasanya masih ‘gemana getoh’ kalo topik tentang pernikahan sudah melibatkan saya. Seringkali terpikirkan, “Lho memang saya sudah sampai usia-pantas-menikah ya?”. Dua puluh tahun usia saya, pastinya kalau saya menikah di usia ini bakalan disebut sebagai pernikahan-usia-dini. Ada beberapa hal yang menjadi prioritas saya saat ini, menikah tidak termasuk salah satunya.

Menyaksikan pasangan yang tampak tegang manakala akad nikah, saya termenung dan berpikir apa kira-kira perasaan saya bila dalam posisi itu? Apa yang si pasangan pikirkan dalam benaknya, ya? Yakinkah bahwa kami adalah jodoh bagi yang lainnya? Bagaimana kalau suatu hari bangun tidur dan tiba-tiba ilang feeling, apakah bisa jadi penyebab cerai? Pertanyaan ini sering saya diskusikan dengan sahabat saya. Sahabat saya ini, kami saling mengetahui lika-liku hubungan yang kami pernah alami masing-masing, juga sering memikirkan hal yang sama. Mungkin itu sebabnya dia pernah mengucap keraguannya akan terjadinya pernikahan dalam hidupnya.

Saya sendiri? Masih berusaha untuk tetap optimis.

read more from my post...

Thursday, January 05, 2006

Gadis Jeruk

Sebuah buku baru karangan Josterin Gaarder. Kayanya gw jadi demen banget ama novel-novel karangan bapak satu ini. Setelah Dunia Sophie dan Misteri Soliter, maka buku ini menjadi bukU ketiga (karangan Gaarder) dalam koleksi buku gw.

Entah ya. Gw mengalami ketertarikan tertentu pada bidang filsafat. (Namun, seandainya gw bertemu seseorang di jalan yang menanyakan, "filsafat itu apaan c", maka kemungkinan besar jawaban gw adalah "filsafat itu....err...eehh...ya gitu deh".) Unskill bgt.

Ada chemistry yang terasa pada setiap tulisan Gaarder, membuat gw kesulitan untuk menyimpanny sebelum mengetahui akhirnya. Meskipun, sesungguhnya maksud dan tujuan si pengarang baru dapat gw raba pada kali membaca yang ketiga.

untuk buku ini, sekali lagi gw terkesan atas kecerdikan dia menggunakan anak kecil sebagai tokoh utamanya. Dalam ketiga buku yang gw baca, anak kecil itu selalu diposisikan sebagai tokoh yang sedang mendapatkan pelajaran filsafat (dengan cara yang berbeda, tentu saja) dari orangtuanya. Dan sebagai anak kecil itu pula gw merasa pantas memposisikan diri gw.

Mereka (anak kecil ;tokoh utama) belum berpikir apa arti keberadaannya di dunia ini, Belum menyadari seberapa besar pengaruh dirinya yang hanya 0,0000000000 persen dari eksistensi bumi ini. Dan terakhir, belum tentu kepikiran pertanyaan seperti,"apa sih yang terjadi seandainya gw tiada". Itu anak kecil (yang digambarkan oleh Mr. Gaarder).

Namun sayangnya, sebagian dari kita (yang sudah hidup lebih lama dan beberapa mengecap dirinya sebagai 'dewasa') belum tentu telah memikirkan hal yang sama. Gw termasuk yang ini.

"Jika kesempatan untuk hidup telah diberikan kepada kita, jika kesempatan untuk mewarnai alam semesta yang hanya 0,0000 sekian persen telah kita ambil melalui
kehidupan kita, bukankah selayaknya kita memanfaatkannya dengan baik, sebelum segalanya direnggut lagi dari kita?"

sebatas itukah hidup kita...ada untuk kemudian menjadi tiada

read more from my post...

Monday, November 21, 2005

Iklan Lux

27 November 2005

Iklan Lux terbaru (yang dibintangi Dian Sastro dan Mariana Renata) lumayan menarik perhatian saya belakangan ini. Menarik sih dengan teknik pengambilan gambar yang bagus dan objek pengambilan gambar yang bagus juga. Hanya saja ada satu hal menggelikan begitu melihat adegan pertama. Dikisahkan bahwa Mariana berhadapan dengan kesulitan dalam merangkai sesuatu (dekorasi ruangan atau pemasangan alat elektronik, mungkin? Entahlah saya tidak tahu pasti) padahal sudah ada bantuan berupa kertas petunjuk yang dia bentangkan lebar-lebar. Namun dia tampak kebingungan juga dan masih memerlukan bantuan dari teknisi yang kebetulan seorang lelaki.

Apakah iklan ini ingin menunjukkan bahwa perempuan masih perlu bantuan lelaki dalam merangkai hal-hal yang rumit? Apakah naluri kefeminisan dalam sel-sel dalam diri saya merasa tergelitik? Apakah saya yang terlalu sinis dalam mempersepsikan pesan dalam iklan tersebut?

Pertanyaan berbeda namun masih terpikir dalam koridor yang sama terlintas begitu melihat adegan kedua. Dikisahkan Dian dan Mariana sama-sama senang ketika sebuah automatic vending machine mengeluarkan sepasang sepatu yang menarik. Adegan tersebut dilatari oleh beberapa orang yang berjalan terburu-buru (tampak terjadi pada jam kerja). Seakan hanya menceritakan dua gadis yang doyan belanja, tidakkah begitu? Potret perempuan sebagai kaum hedon?

Tapi tentu saja, setiap orang berhak memaknai pesan dengan caranya masing-masing, kan?

read more from my post...

North Shore


10 November 2005

Serial North Shore, di JakTV setiap Kamis pukul 21.30 WIB

Sekarang ini serial tersebut menjadi salah satu tontonan rutin yang tak akan dilewatkan di samping sitkom-sitkom seperti Quintuplets, That 70’s Show dan Joey. Saya selalu menyenangi sitkom karena mengagumi kemampuan menghibur dari para pemainnya. Saya juga menyenangi serial drama seperti Gilmore Girls karena terasa lebih membumi dan penceritaannya bagus, tidak seperti sinetron jijay macam Bawang Merah Bawang Putih dan Bunga di Tepi Jalan.

North Shore ini lain. Serial ini menceritakan sekumpulan orang yang bergelut di bisnis perhotelan di sebuah pantai di Hawaii. *Bisnis pariwisata dan pantai, dua hal yang pernah menjadi bagian dari Daftar Cita-cita saya. Karakter tokohnya kuat dan unik satu sama lain. Berkaca padanya, saya seperti disadarkan bahwa manusia di dunia tidak semata-mata terbagi atas good guy dan bad guy. Kedua sisi itu -baik dan buruk- ada pada setiap manusia dan kadangkala sulit melabeli seseorang berdasarkan dua standar itu saja. Dalam cerita ini, pria nyaris-sempurna-tanpa-cela-dan-tampak-setia ternyata bisa juga flirting dan kemudian selingkuh. Dua orang musuh bisa juga berdampingan mengelola sebuah bisnis hotel. Salah satu yang menarik adalah, seorang bad girl pintar dan Machiavellian sejati ternyata bisa juga mendapat cinta tulus dari cowo-keren-idaman-banyak-cewe.

Fiuuwwhh..ternyata jadi orang idup susah untuk terlalu lurus-lurus aja ya? Mendekati musuh untuk kemudian mendepaknya, sesuatu yang tampak seperti cinta buta ternoda gara-gara desakan hormon, melepas impian yang sudah teraih hanya karena ada setitik keraguan ……….. well, its all so natural. Humane.

Semoga Anda tidak jadi pesimis karena selama ini menjadi orang lurus.

Karakter favorit saya adalah Alexandra Hudson (Shannen Doherty) dan Nicole Boots (Brooke Burns). Empat huruf saja : C O O L.

read more from my post...

Snape Killed Dumbledore!

29 Oktober 2005

Harry Potter and The Half-Blood Prince terbit perdana secara serentak persis sehari setelah ulangtahun saya ke-20. Jauh-jauh hari sebelumnya saya mengingatkan orang-orang terdekat bahwa buku itu bisa jadi salah satu opsi kado ulangtahun yang menarik. KKP yang sedang saya jalani saat itu membuat saya mengeluarkan biaya yang lumayan besar dan rasanya ngga tega membeli buku edisi bahasa inggris tersebut. Lagipula saya pasti akan membeli yang edisi bahasa Indonesia nantinya.

Tapi untunglah, teman saya yang baik dan kreatif bertemu orang baik di kaskus.com yang bagi-bagi link e-book. Setelah diunduh dan dicetak dari komputer, jadilah Harpot versi cetak dari PDF itu milik saya. Internet memang surga bagi komunitas pembajak seperti kami ya?

Saya menulis tulisan ini setengahnya bertujuan semacam confession, pengakuan dosa karena telah turut menyuburkan kebiasaan membajak. Setengahnya lagi karena saya memang terkesan pada prosesnya (dan hasilnya). Sudahlah, sebagian besar dari kita memang pembajak kan? Salut bagi Anda yang beralih ke software opensource atau keukeuh pengen memakai software asli, tapi kita belum bisa tegas dalam penggunaan mesin fotokopi. Terutama bagi kita yang masih mahasiswa. Susah walaupun bukan tidak mungkin.

Kembali lagi ke si Harpot PDF. Karena dicetak dalam ukuran mini (1/4 halaman kertas A4), maka Harpotnya bisa dibawa kemana-mana. Dibaca saat kuliah, duduk di angkot maupun kegiatan pribadi lainnya.

Ketika saya sedang enak-enaknya menikmati cerita tersebut di dalam ruang kuliah, salah satu teman saya dengan enaknya nyeletuk, “ntar kan Dumbledore mati tau!”. Sial. Saat itu saya berpikir, “jadi nggak seru deh”. Tapi ternyata cerita tersebut masih tetap menarik untuk dibaca, walaupun sudah diketahui klimaksnya.

Snape Killed Dumbledore!

Memang benar pada episode kali ini tokoh super duper wise itu dimatikan. Ngga nyangka karena sejak awal kemunculannya dia selalu digambarkan sebagai ‘penyihir terbesar abad ini, satu-satunya yang U-Know-Who takuti”. Tapi toh dia mati juga. Pembunuhnya juga adalah orang yang tidak saya sangka sebelumnya -entahlah, apa saya memang tidak pandai menebak jalannya suatu cerita atau terlalu berbaik sangka padanya- yaitu Snape.

Walapun saya percaya sepenuhnya bahwa Harry Potter akan tetap hidup hingga akhir cerita, tak urung saya ragu juga apakah dia bisa menyelesaikan semua permasalahan pada buku terakhir. *In this case, JK Rowling does. Mungkin buku terakhir akan tebal sekali.

read more from my post...